Minggu, 13 Januari 2019

Quran itu KUNO dan nggak up to date

Assalamualaikum warohmatulloh wabarokatuh.
Segala puji bagi Allah dan sholawat salam untuk Nabi Muhammad.

Bagaimana mungkin Quran dikatakan tidak relevan dan tdk up to date alias kuno?
Sedangkan yang mengatakan tidak pernah mempelajari secara mendalam tentang isi kandungan Quran, kebanyakan dari mereka adalah yang membaca terjemahannya dan kemudian ditafsirkan menggunakan otaknya sendiri.

Ikhwan, seberapa besar kadar otak kita sampai berani2nya kita mengatakan Quran tdk relevan dg zaman?

Orang yang mengerti motor dan mobil yaitu org yg ahli bedah motor dan mobil. Orang yang mengerti soal handphone dan listrik, dia disebut ahli servis handphone dan listrik. Orang yang pandai dalam pekerjaan bangunan dan gedung, dia disebut ahli bangunan.

Begitu juga dengan Quran dan hadist, ana, antum, kita, tdk akan mendapat petunjuk Quran dan hadist jika kita tdk menjadi ahlinya terlebih dahulu, bagaimana menjadi ahlinya? Ya belajar akhi, datangi kajian2 ilmu, kurangi maksiat scara maksimal, krjakan ilmu2 itu scara maksimal.

Tidak kah anda iri dg orang yang (maaf) buta, dia mampu menghafal Quran dg kebutaannya? Lalu bagaimana dengan mata kita yg jelas dalam melihat? Sudah kita pakai apa mata ini? Ingat, nanti diaherat akan ditanya, "matamu mbek gae opo?"

Lalu bagaimana dg telinga, knpa tdk kau dengarkan itu murottal Quran, murottal hadist? Kenapa malah kau gunakan mendengarkan musik, yg demi Allah musikmu itu mengeraskan hatimu dan otakmu.

جاء الحقّ وزهق الباطل
Kalau yang baik datang, mustinya yang batil hilang dari dalam dirimu.

Bagaimana mungkin ad orang ingin menghafal Quran, ingin mnghafal hadist, ingin punya ilmu, ingin jd sholih, ingin rajin beribadah, ingin sunnah, tp dia masih memelihara keburukan2 didalam dirinya?

Ndak bisa, konsepnya kalo ingin datang kebaikan, keburukan musti dibuang, cuci dulu hatimu, dari benci kpd org, dr marah, dr buruk sangka, dr iri, dari dusta, cuci semuanya, berkomitmenlah utk tidak berdosa lagi, kemudian isi dg kebaikan2 kedalam dirimu.

Kuncinya, Qs.Al-Baqoroh ayat 282, diujung ayatnya:
واتقواالله ويعلمكم الله
Tingkatkan ketakwaanmu kepada Allah, nnti ilmumu akan ditambah oleh Allah.

Tugas kita nambah takwa, tugas Allah nambah ilmu kita.
Carger terus iman kita dengan duduk dalam majlis2 ilmu, carger terus iman kita dengan mendengarkan murottal, dg membaca Quran, menghafal Quran, sholat2 sunnah, carger carger carger.

Sampai kita bisa merasakan nikmatnya sholat, sampai kita bisa merasakan nikmatnya baca Quran, nikmatnya beribadah, nikmatnya iman, nikmatnya hidup dalam naungan sunnah, nikmatnya mati dalam keadaan husnul khotimah.

Ukurannya,
Ibadah itu musti dipaksakan.
Maksiat itu perlu ditanyakan, "kalau tidak maksiat, kenapa? Beginikah, beginikah, beginikah?
Jika tidak, lalu kenapa kita musti maksiat?

Manusia itu mahluk yang berdosa, tdk sengaja saja kita berdosa, apalagi yang sengaja. Jadi, sudah cukup kita punya dosa yg tdk qt sengaja, istigharilah... dan tdk perlu kita tmbah saldo dosa kita dg melakukan dosa2 yang kita sengaja.

Jika tidak mampu berlomba dengan orang sholih dalam ibadah, berlombalah dengan pendosa dalam memohon ampun kepada Allah atas semua dosa2 kita.

Hadza wallahu a'lam
Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Jumat, 11 Januari 2019

Jangan pernah mendzolimi orang sholih, kamu akan dimusuhi Allah

Bismillahirrohmaanirrohim
temen2 yang dirahmati Allah,
Siapa sih kita?
Bagaimana kondisi ketaatan kita kepada Allah? Sudahkah 100% ketakwaan kita kepada Allah?

Terkadang kita mengaku islam, mengaku punya iman, mengaku cinta dengan Allah dan Rosululloh shollallahu alaihi wasallam. Tapi, mendengar adzan kita cuek, pura2 tuli tidak menjawabnya, bahkan tidak tergerak pun untuk segera pergi ke masjid memenuhi panggilannya. Kita mengaku ummat Rosululloh, tp kita malas betul mengerjakan sunnah. Kita mengaku muslim, tp dengan simbol2 muslim kita risih, bawa Quran kemana2 merasa malu, takut riya', bawa pakaian muslim malu, bahkan mengatakan org lain sok sholih, nunjuk2in keislamannya, memakai cadar risih, bahkan mengatakan saudaranya yg makai cadar dg sebutan ninja, teroris. Siapa sih kita sebenernya? Sudah muslimkah kita? Lalu jika kita mengaku muslim, mengapa kita malah memusuhi saudara kita seiman? dia salah apa ke kita? Dia menyakiti kita kah? Dia memukul kita kah? Dia mendzolimi kita kah? Kalau tidak, kenapa kita musti mendzolimi mereka.

Jangan merasa sombong akhi, ukhti, jika mereka dengan amal sholihnya, dg sunnah yg dilakukannya, dengan ilmu yg Allah titipkan padanya belum tentu mereka masuk ke syurga, lantas bagaimana dengan diri kita sendiri yang sholat saja masih terpaksa, sholat krna uang, sholat krn pujian, atau sholat malas2an, tdk tepat waktu, belum tergetar hati kita jika ada adzan, lalu bagaimana dg bacaan Quran kita, bagaimana dg hadist yg kita kuasai, bagaimana dg ilmu agama kita, kalau mereka saja belum tentu masuk syurga, bagaimana dg kita yg serba kekurangan ini?

Jangan pernah mendzolimi orang sholih, jangan pernah mendzolimi org yg dekat dengan Allah, jangan pernah menggunjing, menjelekan, menfitnah, mencari kesalahan orang2 yang dekat dengan Allah. Karena demi Allah, jika antum menyakiti dan mendzolimi kekasih Allah, sama saja antum menyakiti Allah.

Kalau tidak membenci, kenapa?
Kalau kita membenci, apa yang kita benci darinya?
Kalau bisa mencintai kenapa harus membenci?
Sesama muslim seharusnya haram berburuk sangka akhi, apalagi dengan orang sholih, dengan orang yang dekat dengan Allah.
Istaghfiruu robbakum.
Hadza wallahu a'lam..

Sabtu, 01 Desember 2018

Bagaimana cara menjadi wanita sholehah?

Assalamualaikum
para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah, tahukah anda, bahwa sesungguhnya anak itu akan dekat dengan syurga jika ia mempunyai ibu yang sholihah. Seorang suami akan dekat dengan syurga, jika ia memiliki istri yang sholehah.
Betapa beruntungnya Imam Bukhori yang memiliki ibu yang sholihah, dan betapa bahagianya ibunya imam Bukhori memiliki anak yg sholeh seperti Imam Bukhori. Betapa bahagianya Ali bin Abi Tholib mempunyai istri yang sholihah seperti Fatimah bintu Rosululloh shollallahu alaihi wasallam, dan betapa bahagianya Fatimah memiliki suami yg sholeh, ayah yang sholeh, dan ibu yang sholehah.
Tidak kah anda ingin membahagiakan anak dan suami anda wahai para akhwat?
Tidak kah anda ingin membahagiakan anak dan istri anda wahai para ikhwan?
Tidak kah anda ingin mendekatkan keluarga anda kepada Syurga?
Maka solusinya adalah, jadikanlah diri anda sholih dan sholihah.
Bergetarkah anda jika membaca sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, Rosululloh shollallahu aiahi wasallam bersabda, sesungguhnya anak dan org tua itu akan dihisab, anak itu ternyata lulus dalam hisabnya krn sholihnya ia didunia, sedangkan org tuanya masih tercecer dibelakang krn kemaksiatan yg dilakukannya, anak itu lulus dalam shirot, saat tepat didepan pintu syurga anak itu berhenti, lalu Allah berkata kepada anak itu,
"Udkhulul jannah"
Lalu kemudian anak itu menengok ke syurga akan tetapi ia belum memasukinya karena tidak ada org tuanya disyurga, lalu ia menengok kebelakang ia melihat org tuanya masih dihisab, lalu kemudian ia berkata
"Ya Allah... Aku tidak mungkin masuk syurga sementara orang tuaku belum memasukinya"

Allah berkata yang kedua kali,
"Udkhulul jannah"
Anak itu kemudian menjawab dengan kalimat yang sama dan wajahnya yang sedih. Lalu kemudian Allah memberikan kesempatan anak itu untuk memberikan syafaat kepada orang tuanya, lalu diringankanlah hisab kedua org tua anak itu, berkumpulah kedua orang tua itu dengan anaknya.
kemudian Allah berkata,
"Udkhulul jannah antum wa abaaukum/nih, udah aku ringankan hisab kedua orang tuamu, sekarang masuklah kamu kesyurga bersama keduanya"
Lalu kemudian masuklah mereka dg tangan yg bergandengan sangat erat dan memasuki syurga bersama.

Irikah anda jika melihat orang lain punya anak yang tampan/cantik, putih, manis?

maka sesungguhnya jika mereka punya anak yang sholih dan sholihah seharusnya lebih anda iri dari pada anak mereka yang tampan/cantik.

Kenapa?
Karena anak yang sholih dan sholihah akan menunggu orang tuanya didepan pintu syurga.
Anda kalo punya anak pintar matematika tidak akan menunggu anda didepan pintu syurga, anda kalo punya anak pintar cari uang tidak akan menunggu anda didepan pintu syurga, tapi anak yang sholih sholihah, yang kalau dengar adzan langsung ingin pergi ke masjid, yang dimasa kecilnya sudah rajin menghafal Quran, menghafal hadist, mereka kalau istiqomah maka sesungguhnya mereka akan menunggu orang tua mereka didepan pintu syurga.
Tidak kah anda menginginkan itu?
Tidak cukup dengan doa, kita, anda, saya, musti ikhtiyar dalam mencapai itu semua.

Kak, ana pingin jadi orang sholih, ana ingin jadi orang sholihah, ana ingin punya anak sholih sholihah, sesungguhnya apa saja kriteria orang yang sholih dan sholihah kak?

Ada banyak kriteria, tapi setidaknya jika dirangkum akan menghasilkan 3 kriteria:
1. Orang yang sholih dan sholihah itu FAHAM AKIDAH AHLUSSUNNAH
2. MENGERTI SUNNAH
3. RIDHO TERHADAP APA YANG ALLAH TETAPKAN UNTUK DIRINYA.

untuk penjelasannya, insya Allah ditulisan selanjutnya, hadza wallahu a'lam, assalamualaikum..

Sabtu, 24 November 2018

Nasikh Mansukh

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NASIKH MANSUKH
Pengertian nasikh secara etimologis memiliki beberapa pengertian, yaitu penghapusan/pembatalan (al-izzah atau al-ibthal), pemindah (annaql), pengubahan (al-ibdal), dan pengalihan (attahwiil atau al-intiqol). Berkaitan dengan pengertian tersebut, maka nasikh (isim fail) diartikan sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan memalingkan. Sedangkan mansukh (isim maf’ul) adalah sesuatu yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, diganti dan dipalingkan.
Terdapat perbedaan pendapat antara ulama mutaqoddimin dan ulama muta’akhirin dalam mendefinisikan nasikh sacara terminologis. Perbedaan pendapat tersebut bersumber pada banyaknya pengertian nasikh secara etimologi sebagaimana dijelaskan diatas.
Cakupan makna yang ditetapkan ulama mutaqoddimin diantaranya:
1. Pembatalan hukum yang ditetapkan sebealumnya dengan hukum yang ditetapkan kemudian.
2. Pengecualian/pengkhususan hukum bersifat ‘am/umum oleh hukum yang lebih khusus yang datang setelahnya.
3. Bayan atau penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar.
4. Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.
Berdasarkan pada gugusan paparan diatas, ulama’ mutaqoddimin secara terminologis mengusung makna nasikh secara luas yaitu tidak terbatas pada berakhir atau terhapusnya suatu hukum baru yang ditetapkan. Namun interprestasi naskah yang diusung oleh meraka juga menyangkut yang bersifat pembatasan, pengkhususan bahkan pengecualian.
Semenatara menurut ulama’ muta’akhirin, nasikh adalah dalil yang datang kemudian, berfungsi untuk menggugurkan dan menghilangkan hukum yang pertama. Dengan demikian maka mempersempit ruang lingkup nasikh dengan beberapa syarat, baik yang menasakh atau yang dinasakh. Lebih lanjut ulama’ muta’akhirin mendefinisikan nasakh sebagai berikut:
رفع الحكم الشرعى بحطاب شرعى متراجبا عنه
“mengangkat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil hukum (khatab) syara’ yang datang kemudian”.
Atas dasar itu, dalil yang datang kemudian disebut nasikh. Sedangkan hukum yang pertama disebut mansukh. Sementara itu penghapusan hukumnya disebut nasakh. Berdasarkan pengertian itu para ulama’ muta’akhirin lebih mempersempit makna nasakh dengan mendefinisikannya sebagai amandeman sebuah ketentuan hukum atau berakhir masa berlakunya ketentuan hukum oleh hukum yang datang kemudian, sehinggga hukum terdahulu tidak berlaku lagi.
Sementara itu menurut Az-Zarqoni, sebagaimana dinukil oleh Moh. Nur Ikhwan, yang dimaksud dengan teminologi menghapuskan dalam definisi tersebut adalah terputusnya hubungan hukum yang dahapus dari seorang mukallaf dan bukan terhapusnya substansi hukum itu sendiri. Dalam arti bahwa semua ayat Al-Quran terttap berlaku, tidak ada kontradiso yang ada hanya pergantian hukum bagi masyarakat atau orang tertentu  karena kondisi berbeda. Dengan demikian ayat hukum yang tidak berlaku lagi baginya tetap berlaku bagi orang lain yang sama dengan kondisinya dengan mereka.
Dalam nasakh diperlukan syarat yaitu hukun yang mansukh adalah hukum syara’, dalil penghapusan hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang lebih kemudian dari kitab yang dimansukh, dan kitab yang dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu.
Sebagian ulama ada yang memperluas syarat-syarat terjadi naskh, yaitu:
a. Hukum yang terkandung pada nasikh bertentangan dengan hukum pada mansukh.
b. Yang mansukh harus lebiha awalan dari nasikh.
c. Hukum yang dinasakh mesti hal-hal yang mengangkut dengan perintah, larangan dan hukuman.
d. Hukum yang dinasakh tidak terbatas dengan waktu tertentu, meski berlaku sepanjang waktu.
e. Hukum yang terkandung dalam mansukh telah ditetapkan sebelum munculnya nasikh.
f. Status nash nasikh mesti sama dengan nash mansukh. Maka nash yang dzanni tidak bisa menaskh-kan yang qoth’i. Tentu tidak sah pula dalil yang bersifat ahad untuk men-naskah-kan dalil yang mutawatir.
Beranjak dari keterangan diatas, tentu syarat-syarat tersebut akan dihubungkan langsung dengan hal-hal mengenai nasakh, maka disini penulis akan menjelaskan hal-hal yang mengalami naskh.
Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan denga tegas dan jelas, maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita yang bermaksud perintah atau larangan, selama tidak berhubungan dengan akidah, dzat Allah dan sifat-sifat Allah, kitab-kitab Allah, para Rasul, hari kiamat, dan juga tidak terkait dengan etika atau akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalat.
B. DASAR-DASAR PENETAPAN NASIKH DAN MANSUKH
Manna’ Al-Qoththon menetapkan tiga dasar untuk menegaskan bahwaa suatu ayat dikatakan nasikh (menghapus) ayat lain mansukh (d’ihapus). Ketiga dasar adalah:
1. Melauai pentransmisian yang jelas (annaqli al-sharikh) dari nabi atau para sahabatnya, separti hadsit: kuntu nahaitukum ‘an ziyarot al quburi ‘ala fazuhuruha” (aku (dulu) melaragn kalian untuk berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah).
Juga seperti ungkapan Anas berkaitan dengan ashab sumur ma’unah: “wanuzilah fihin Quran Qoronah hatta rufi’a” (untuk mereka telah turun ayat, sampai akhirnya dihapus)
2. Melalui kesepakatan ummat bahwa ayat ini nasakh dan ayat itu mansukh.
3. Melalui study sejarah, mana ayat yang yang lebih belakang turun, sehingga disebut nasikh dan mana yang duluan turun disebut mansukh.
Al-Qoththon menambahkan bahwa nasikh tidak bisa ditetapkan melalui prosedur ijtihad, pendapat ahli tafsir, karena adanya kontradisksi antara beberapa dalil bila dilihat dari lahirnya, atau beelaklangnya keislaman salah seorang dari pwmbawa riwayat.
Hal senada dikemukakan oleh Ibnu Al-Hisar:
Persoalan naskh hanya dikembalikan ()didasarkan pada penukilan yang jelas dari Rasululloh shallallahu’alaihi wasallam, atau dari seorang sahabat yang mengatakan sebuah ayat ini dinasakh oelh ayat lain. Bisa jadi ditetapkan dengan cara ini mana kaa teradi kontradiksi yang pasti, dengan bantuan pengetahuan sejarah untuk diketahui mana yang lebih dulu turun dan yang kemudian. Dalam masalah naskh tidak diperkenankan memegangi pendapat kebanyakan para mufassir, nbahkan tidak diperkenankan memegangi ijtihad para mujtahid tanpa penukilan yang shahih, dan sanggahan yang jelas, sebab nasikh mengandung arti menghapuskan dari menetapkan hukum yang sudah ditetapkan pada masa Nabi Shallalahu’alaihi wasallam. Yang dipengangi dalam masalah ini adalah penukilan dan sejarah, bukan pendapat dan ijtihad. Para ulama dalam maslah ini, berada pada dua kutub kontradiksi; ada  yang mengatakan dalam masalah naskh hadist ahad yang adil, para pereawinya tidak diterima, dan ada yang bersifat terlalu toleran, dalam hal ini cukup memegangi pendapat seorang mufassir atau mujtahid. Yang benar adalah pendapat yang bertentangan dengan keduanya.
C. MACAM-MACAM NASIKH DALAM AL-QURAN
Ditinjau dari keberadaan ayat dan hukumnya, nasikh mansukh dalam Al-Quran dapat dibagi tiga:
1. Naskh tilawah dan hukum
Seperti hadist yagn diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Sayyeda Aisyah Radhiyallahu’anha:
عن عائشة رضي الله عنها, أنها قالت: "كان فيما أنزل من القران: عشر رضعات معلومات يحرمن, ثم نسخن, بخمس معلومات, فتوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم, وهن فيما يقرأ من القران"
“diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata: adalah diantara yang diturunkan dari Al-Quran adalah sepuluh kali susunan yang maklum sampai Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam wafat lima kali susunan ini termasuk ayat Al-Quran yang dibaca. (HR. Muslim)
Riwayat diatas memberi tahukan bahwa ketantuan tentang susunan ini tidak ada lagi didalam Al-Quran, baik bacaan maupun hukumnya. Naskh ayat tentang Radha’ah itu tidak sapai kepada semua orang, sehingga sampai Rasululloh shollallahu’alaihi wasallam wafat masih ada yang membacanya. Karena sudah dinasakh tilawahnya, maka ayat tersebut tidak terdapat didalam mushaf ‘Ustmani.
Qhodhi Abu Bakar menceritakan dalam al-intisar, sebagaimana dikutip manna’Al-Qoththon, bahwa ada yang mengingkari naskh seperti ini karena hanya  berdasarkan khabar ahad, padahal menetapkan ayat Al-Quran, atau menaskh-kannya haruslah dengan khabar mutawatir. Manna’ al-Qoththon membenarkan bahwa memang khabarnya ahad, tetapi harus dibedakan antara menetapkan ayat Al-Quran dengan menasakh-kannya menetapkan turunannya ayat Al-Quran haruslah dengan khabar mutawatir, tetapi mentapkan nasakhnya cukup dengan khabar ahad.
2. Naskh hukum tetapi tilawahnya tetap
Contoh nasakh jenis ini adalah surat al-Mujadilah ayat 12 dinasakh oleh surat yang sama ayat 13 berikutnya. Yang dinaskah hanyalah hukumnya, sedangkan tilawah keduanya tetap ada dalam mushaf ‘Ustmani.
Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰٮكُمْ صَدَقَةً   ۗ  ذٰلِكَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَاَطْهَرُ   ۗ  فَاِنْ لَّمْ تَجِدُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 12)
ءَاَشْفَقْتُمْ اَنْ تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰٮكُمْ صَدَقٰتٍ   ۗ  فَاِذْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَتَابَ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَ اٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ   ۗ  وَاللّٰهُ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
"Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah sholat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 13)
Hukum memberikan sedekah terlebih dahulu kepada orang miskin sebagai syarat untuk dapat berbicara secara khusus dengan Rasululloh shollallahu‘alaihi wasallam pada ayat 12 diatas, dinasakh oleh ayat 13 berikutnya sebagai keringanan bagi ummat.
3. Naskh tilawah tetapi hukumnya tetap
Contoh naskh jenis ini adalah apa yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Khathab dan Ubay bin Ka’ab bahwa keduanya berkata, diantara ayat yang pernah diturunkan adalah ayat:
الشيخ والشيخة فارجموهما البتة نكالا من الله والله عزيز حكيم
“orang tua laki-laki dan perempuan apabila keduanya berzina maka rajamlah keduanya dengan pasti sebagai sikaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majjah)
Hukum rajam masih berlaku tetapi ayat tersebut sudah dinasakh sehingga tidak ditemukan dalam mushaf ‘Ustmani.
D. NASKH AL-QURAN DAN ASSUNNAH
Disamping naskh Al-Quran dengan Al-Quran, para Ulama’ juga membahas nasakh Al-Quran dengan Assunnah, naskh Assunnah dengan Al-Quran dan naskh Assunnah dengan Assunnah. Untuk naskh AL-Quran dengan AL-Qruan dan Al-Quran tidak perlu dibahas dalam fasal ini, karena sudah bibahas sebelumnya. Yang perlu dibahas adalah tiga macam naskh yang lain:
1. Naskh Al-Quran dengan Assunnah
Dalam hal ini dibagi menjadi dua kategori, pertama, naskh Al-Quran dengan hadist ahad, dan kedua, naskh Al-Quran dengan hadist mutawatir. Untuk yang pertama, jumhur ulama’ berpendapat Al-Quran tidak boleh dinaskh oleh hadist ahad karena kedudukannya tidak seimbang, Al-Quran bersifat mutawatir, menunjukan yakin, sedangkan hadis ahad, zhanni, tidak boleh menghapus seuatu yang zhanni.
Kedua, naskh Al-Quran dengan hadist mutawatir, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal dalam suatu riwayat membolehkannya karena keduanya adalah wahyu sebagaimana dinyatakan oleh Allah Subhanallahu wata’ala:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ  الْهَوٰى
"dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya." (QS. An-Najm 53: Ayat 3)
اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُّوْحٰى
"Tidak lain (Al-Qur'an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)," (QS. An-Najm 53: Ayat 4)
Dan juga berdasarkan firman Allah Subhanallahu wata’ala:
بِالْبَيِّنٰتِ وَالزُّبُرِ ۗ  وَاَنْزَلْنَاۤ اِلَيْكَ  الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
"(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan Ad-Zikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan." (QS. An-Nahl 16: Ayat 44)
Menurut mereka naskh termasuk dalam bagian al-bayan, seperti yang disebutkan dalam ayat diatas.
Imam Asy-Syafii, ahli zhahir, dan Imam Ahmad bin Hambal dalam riwayat lain, tidak membolehkan naskh Al-Quran dengan Assunnah karena naskh Al-Quran hanya boleh dengan Al-Quran juga ditegaskan dalam ayat:
مَا نَنْسَخْ مِنْ اٰيَةٍ اَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَاۤ اَوْ مِثْلِهَا  ۗ  اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?" (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 106)
2. Naskh Assunnah dengan Al-Quran
Jumhur ulama membolehkan naskh Assunnah dengan Al-Quran. Shalat menghadap baitul maqdis ditetapkan dengan Assunnah, lalu dinasakhkan dengan Al-Quran:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَآءِ ۚ  فَلَـنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰٮهَا ۖ  فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَـرَامِ ۗ  وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ  ۗ  وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَـعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَـقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ  وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
"Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 144)
3. Naskh Assunnah dengan Assunnah
Ada empat macam naskh assunnah dengan assunnah:
a. Naskh mutawatir dengan mutawatir
b. Naskh ahad dengan ahad
c. Naskh ahad dengan mutawatir
d. Naskh mutawatir dengan ahad
Tiga bentuk pertama dibolehkan, sedangkan bentuk keempat, jumhur ulama’ tidak membolehkan.
E. KONTROVERSI TENTANG NASIKH MANSUKH
Menurut jumhur ulama, naskh adalah suatu hal yang dapat diterima oleh akal dan benar-benar terjadi pada hukum syara’.
Argumen jumhur ulama adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan-perbuatan Allah SWT tidak terikat dengan tujuan Menjadi hak Allah untuk memerintahkan sesuatu pada suatu waktu yang menghapusnya dengan larangan pada waktu yang lain. Dia Yang Maha Mengetahui kemaskahatan hamba-hamba Nya.
2. Nash-nash Al – Qur’an dab as-Sunnah menunjukkan boleh dan terjadinya naskh, antara lain:
Allah SWT berfirman:

وَاِذَا بَدَّلْنَاۤ اٰيَةً مَّكَانَ اٰيَةٍ ۙ  وَّ اللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوْۤا اِنَّمَاۤ اَنْتَ مُفْتَرٍ ۗ  بَلْ اَكْثَرُهُمْ  لَا يَعْلَمُوْنَ
"Dan apabila Kami mengganti suatu ayat dengan ayat yang lain, dan Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, Sesungguhnya engkau (Muhammad) hanya mengada-ada saja. Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. An-Nahl 16: Ayat 101)
مَا نَنْسَخْ مِنْ اٰيَةٍ اَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَاۤ اَوْ مِثْلِهَا  ۗ  اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?" (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 106)
عَنِ ا بْنِ عَبّسٍ،قَالَ:قَالَعُمَرُرَضِيَ اللّٰهٌ عَنْهُ: "أَقْرَؤُنَاأُبَيّ، وَاَقْضَا نَاعَلِيُّ، وَإِنَّالَنَدَعُ مِنْ قَوْلِ أَبِيّ، وَذَاكَ أَنَّ اُبَيًّا يَقُوْلُ: لَاأدَعُ شَيْأ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللّٰهِ صلَّيَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ":وَقَدْ قَالَ اللّٰهُ تَعَلَي:{مَانَنْسَخْ مِنْ اٰيَةٍأَوْنُنْسِهَا}(البقرة:٦.ا)
“Diriwayatkan dari ibn’Abbas RA ,’Umar berkata :”Yang paling Qori’ diantara kami adalah Ubay, dan yang paling Qodhi’Ali, walaupun demikian kami meninggalkan sebagian perkataan Ubay, karena diaberkat:”Aku tidak akan tinggalkan sedikitpun apa yang aku dengar dari Rasulullah SAW, padahal Allah’Azza wa jalla berfirman:”Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya... “(HR. Al-Bukhori)
Pendapat yang berbeda dengan jumhur di kemukakan oleh Abu Muslim Al-Ashfani(w. 322H)  menurut dia naskh dapat diterima oleh akal tetapi tidak boleh terjadi menurut syara’. Naskh dalam Al-Qur’an tidak boleh terjadi karena hukum Allah SWT tidak ada yang batil untuk selamanya, sebagaimana firman Allah SWT:
لَّا يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ  وَلَا مِنْ خَلْفِهٖ ۗ  تَنْزِيْلٌ مِّنْ حَكِيْمٍ حَمِيْدٍ
"(yang) tidak akan didatangi oleh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang, (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji."  (QS. Fussilat 41: Ayat 42)
Bagi al -Ashfani ,ayat-ayat naskh di bawa kepada takhshish.
Sementara itu kaum Syiah Rafidhah berlebihan dalam menggunakan naskh dan membolehkan al-bada’ bagi Allah SWT . Mereka berargumen dengan ucapan-ucapan yang dinisbahkan kepada Ali secara dusta dan palsu. Dan juga mereka berargumen dengan menggunakan firman Allah :
يَمْحُوْا اللّٰهُ مَا يَشَآءُ وَيُثْبِتُ   ۚ  وَعِنْدَهٗۤ اُمُّ الْكِتٰبِ
"Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuz)." (QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 39)
Para ulama yang menerima Naskh berbeda-beda juga dalam kadar penerimaan. Ada yang terlalu mudah menetapkan naskh bagi ayat-ayat yang kelihatanya bertentangan (ta’arudh)  tanpa berusaha memastikan bahwa ta’arudh itu memang bersifat hakiki sehingga tidak bisa dikompromosikan sama sekali. Dengan demikian, jumlah ayat-ayat yang di naskh sangat banyak sekali.
As-Suyuthi dalam al-Itqan mengutip pendapat bahwa surat-surat yang didalamnya ada nasikh dan mansukhnya. Alangkah dan banyaknya naskh dalam beberapa surat antara lain sebagai berikut:
Surat Al-Baqoroh 184 mansukh dengan Al-Baqarah 185:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ  فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ  وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ ۗ  فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ  ۗ  وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 184)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِ ۚ  فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَـصُمْهُ  ۗ  وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ  يُرِيْدُ اللّٰهُ بِکُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِکُمُ الْعُسْرَ ۖ  وَلِتُکْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمْ وَلَعَلَّکُمْ تَشْكُرُوْنَ
"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)
Surat Al -Baqarah 217 mansukh dengan At -Taubah 36
يَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَـرَامِ قِتَالٍ فِيْهِ ۗ  قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ  ۗ  وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَ کُفْرٌ ۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَـرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ  ۚ  وَالْفِتْنَةُ اَکْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ  وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْـنِکُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا  ۗ  وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْـنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ کَافِرٌ فَاُولٰٓئِكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ  ۚ  وَاُولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ  هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 217)
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَاۤ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ  ۗ  ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ  ۙ    فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ   ۗ  وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآ فَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَآ فَّةً   ۗ  وَاعْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
"Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan Bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa." (QS. At-Taubah 9: Ayat 36)
Surat AL-Baqoroh ayat 284 mansukhkan dengan Al-Baqoroh 286:
لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗ  وَاِنْ تُبْدُوْا مَا فِيْۤ اَنْفُسِكُمْ اَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللّٰهُ ۗ  فَيَـغْفِرُ لِمَنْ يَّشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَآءُ  ۗ  وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 284)


لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا  ۗ  لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ  ۗ  رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا  ۚ  رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا  ۚ  رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ  ۚ  وَاعْفُ عَنَّا  ۗ  وَاغْفِرْ لَنَا  ۗ  وَارْحَمْنَا  ۗ  اَنْتَ مَوْلٰٮنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)
Surat Ali Imran 102 mansukhan dengan surat At-Taghabun 6.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 102)
فَاتَّقُوا  اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْ ۗ   وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. At-Taghabun 64: Ayat 16)
Baberapa contoh diatas cukuplah untuk menggambarkan bahwa memang sebagian ulama terlalu mudah memutuskan adanya nasikh mansukh sebelum menyelidiki lebih mendalam apa yang memang ada ta’arudh haqiqi antara dua ayat tersebut. Contoh yang terakhir dikutip diatas misalnya belum memenuhu syarat untuk dinyatakan nasikh mansukh, karena keduanya tidak betul -betul Ayat pertama(Ali Imran102) adalah perintah bertaqwa yang bersifat umum .Sementara ayat yang kedua (At -Taghabun 16) adalah ketentuan khusus apabila tidak mampu bertaqwa sepenuhnya.
Dalam tafsir Al-manar dijelaskan bahwa ada yang mengira surat Ali Imran 102 Mansukhah dengan surat At Taghabun 16. Ibn Jarir meriwayatkan dari Ibn Mas’ud bahwa yang dimaksud dengan perintah bertaqwa. Bertaqwa itu adalah ,Allah diatas, sepenuhnya tidak boleh kufur sedikitpun.
Dari Ibn Abi Hatim meriwayatkan dari Said bin Jubair, setelah turun Aki Imran 102 tersebut para sahabat berusaha keras untuk melaksanakanya. Sampai ada yang mendirikan Shalat hingga bengkak tumitnya dan luka keningnya, lalu turun surat At Taghabun 16 memberikan keringanan(bertaqwa kepada Allah menurut kesanggupan atau sekuat tanganmu),manaskh Ali Imran 102 sebelumya Muhammad Rasyid Ridha dan juga gurunya Muhammad Abduh menolak nasikh mansukh.
Menurut Rasyid Ridha, kalau dipahami seperti diriwayatkan dan ibn mas’ud diatas maja itu berarti Allah SWT memberi tugas kepada umat-Nya sesuatu yang tidak sanggup dikerjakanمِنْ تُكْلِيْفِ مَالَا يُطاقُ Dan has its sesuatu Yang terlarang. Dengan demikian tidal Ada nasikh mansukh antara dua ayat itu memerintahkan until berusaha sungguh-sungguh bertaqwa sehingga tidal meninggalkan sedikitpun usaha Yang dapat dilakukan
بَالِغُوْافِي التَّقْوَاحَتَّي لَاتَتْرُكُوْامِنَ الْمُسْتَطَاعُ مِنْهَاشَيْأً
Begitu juga contoh-contoh yang lain yang telah disebutkan diatas, apakah memang benar-benar ada pertentangan antara masing-masing ayat tersebut sehingga harus ditetapkan sebagai nasikh mansukh?atau masih bisa dikompromikan kedua-duanya dapat diamalkan?Tentang tidak pada tempatnya disini untuk membahas satu persatu, yang penting apabila setelah dikaji secara mendalam memang benar-benar ada pertentangan yang tidak bisa dipertemukan antara dua ayat barulah diputuskan bahwa ayat yang satu manaskh yang lain. Dengan demikian nasikh mabsukh lebih selektif.

DAFTAR PUSTAKA
Hasan Asyari Ulama’i, 2016, konsep nasikh dan mansukh dalam al-quran, Semarang: UIN Walisongo.
Abdul Haris, 2014, nasikh mansukh dalam al-quran, Jambi: IAIN STS Jambi.
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A., 2013 kuliah ulumul quran, Yogyakarta: ITQON Publishing.
Dra. H. Sufiyah Musyafa’ah, Dr. Amir Maliki M. Ag, dkk, 2011, study al-quran, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press
Dr. Rosihon Anwar, M. Ag., Drs. Maman Abd. Djaliel, 2008, ulum al-quran, Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Sabtu, 27 Oktober 2018

Jebakan Syaithon yang Perlu Kita Ketahui

Ketahuilah, bahwa penipu yang paling ulung adalah syaithon, dan salah satu tipuan syaithon yang paling lihai adalah menyibukan kita dengan amalan kecil supaya kita mengabaikan amalan yang berpahala besar.
Sungguh, syaithon mempunyai 6 jebakan atau strategi dalam menipu manusia, yaitu:
1. Dijebak dengan syirik, kalau kita selamat dari syirik, maka syaithon akan menjebak kita dengan jebakan yang ke dua,
2. Yaitu dijebak dengan perkara ibadah yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shollallahu'alaihi wasallam, yang dinamakan BID'AH. Adapun jika kita selamat dari jebakan syirik dan bid'ah, kita akan dijerumuskan oleh syaithon kepada
3. Dosa-dosa besar yang dosa-dosa besar itu sekarang sudah diganti nama dan dibungkus dengan nama yang terkesan biasa supaya kita tidak merasa jijik melihat dosa-dosa besar itu. Afwan, misal riba diganti nama dengan bunga, pacaran diganti nama dengan ta'arufan, zina diganti nama menjadi making love atau ML, homo menjadi LGBT, dan lain sebagainya.
Adapun jika kita lolos dari dosa-dosa besar, kita akan digoda dengan melakukan
4. Dosa-dosa kecil, sampai kita merasa dosa kecil itu tidak masalah jika kita kerjakan, padahal sesuatu yang kecil itu jika kita lakukan terus menerus akan berubah menjadi besar.
5. Mubah yang berlebihan, perkara yang diperbolehkan tapi secara berlebihan. Misal ngobrol, boleh ngobrol, tapi ngobrol kalau terlalu berlebihan, sampai lupa waktu, lupa sekarang waktunya sholat, lupa waktunya belajar, lupa waktunya menghafal Quran, itu termasuk godaan syaithon. Diantara contoh yang lain adalah main hape, youtube an, lihat tivi, dan lain sebagainya.
Dan yang terahir dari pada strategi syaithon yaitu adalah
6. Disibukan dengan amalan kecil sehingga kita terhindar dari amalan yang besar. Misal, antum majlis ilmu, ada adzan tidak sholat dulu malah meneruskan kajiannya, antum silaturrohim, sementara dirumah ibu antum lagi butuh antum, antum sholawatan, sementara antum tidak dapat izin dari pemimpin rumah tangga (ayah/suami) tapi antum maksa berangkat sholawatan. Ini terlihat baik, padahal ini termasuk tipu daya syaithon. Wallahu a'lam...

Rabu, 10 Oktober 2018

INFO KIAMAT

2004 Lahir anak yang nnti akan dibunuh Dajjal, dihidupkan kembali oleh Allah, dan stelah anak itu hidup setelah kematiannya ditangan Dajjal, sungguh Dajjal tdk akan mampu membunuh anak itu yg kedua kalinya.

Peristiwa itu akan trjadi saat anak itu usia remaja. Usia remaja itu sebelum 17 tahun. Jika sekarang 2018, anak itu lahir 2004, berarti tinggal berapa tahun lagi peristiwa itu akan terjadi?

Temen2 yang dirahmati Allah, anda boleh percaya atau tidak percaya, tapi yang jelas, kita semakin dekat dengan hari kiamat, apakah anda mau menunggu matahari terbit dari Barat untuk bertaubat kembali ke jalan Allah, menguatkan keimanan, kembali mengamalkan syariat Allah.

Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa.
Berpuasalah dari dosa, dan casslah iman dan amal kita dengan tanpa mengurusi iman dan amal orang lain dengan mencela, wallahu a'lam.

Selasa, 09 Oktober 2018

Berdakwahlah semampumu, jangan paksakan jika belum bisa

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh
sungguh segala pujian hanya untuk Allah, jangan sesekali memuji selain kepada Allah, termasuk memuji dirimu sendiri.
Sholawat dan salam teruntuk penyejuk hati kita, kekasih kita Rosululloh Muhammad shollallahu alaihi wasallam.
Saudara saudariku temen hijrah yang dirahmati Allah.
Setiap manusia yang bernafas, didalam dirinya terdapat jiwa dakwah. Setiap kita jika melihat orang lain melakukan kesalahan, ada hasrat dan dorongan kita untuk meluruskan. Hanya saja terkadang kita pandai menasehati orang, tapi diri kita sendiri dalam jurang kesalahan. Ikhwan, jadilah pemimpin untuk anggota tubuhmu terlebih dahulu, jangan pimpin orang lain jika diri kita belum mampu memimpin diri kita untuk puasa dari maksiat.
Jangan pimpin orang lain jika kita belum mampu memimpin mata kita agar melihat yang baik, dan tdk melihat yang buruk, telinga yang mendengar yang diridhoi Allah bkn yang mendengar suara suara yang dibenci Allah, mulut yang bicara penuh makna dan dzikir bkn mulut yang setiap detik, menit, jam, bahkan hari untuk menghibah saudaranya, memfitnah, mencela, merasa diri/kelompoknya yang paling benar, semenatara orang/kelompok lain salah.
Ikhwan dan akhwat yang dirahmawati Allah, Jika sudah sukses memimpin diri kita sendiri, maka carilah followers, 1 saja dulu, follower yang setia mendampingi kita sampai nanti mengahadap ke Allah. Jadilah pemimpin yang baik wahai para ikhwan utk istrimu, dan jadilah makmum yang baik wahai para akhwat utk suamimu. Jalanlah bersamanya terus bergandeng tangan untuk meraih syurga Allah bersama-sama, jangan sampai kau bersama didunia tapi kau pisah diaherat karena yang satu disyurga yang satu dineraka.
Begitu juga teman-teman kita, saudara kita, tetangga kita, keluarga besar kita, ajaklah masuk syurga bergandengan tangan, berdakwahlah dengan hikmah dan nasehat yang menyejukan hati mereka, jika tidak bisa, minimal kau berdakwah melalui doa disetiap sujudmu, disetiap selesai kau bersimpuh dihadapan Allah, berdoalah untuk mereka, berdoalah meminta agar Allah mengumpulkan kita semua disyurga nanti seperti hal nya kita bisa berkumpul didunia ini. Bersinergilah untuk meraih syurga Allah.
Wallahu a'lam...